Ruko Galaxy No 5, Cibinong, Kab. Bogor - Jawa Barat
+62 896 77 43 66 9

Dasar Hukum Mengurus Izin Mendirikan Bangunan

Dasar Hukum Mengurus Izin Mendirikan Bangunan

Dasar Hukum Mengurus Izin Mendirikan Bangunan

Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan

Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan, sekaligus kepastian hukum. 

IMB akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama.

 

Dasar Hukum IMB

Peraturan dan perundang-undangan yang memuat IMB adalah sebagai berikut:

1). UU no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

BAB IV.

PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG.

Bagian Pertama: Umum.

Pasal 7, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung."

Pasal 7, ayat (2): "Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan."

 

Bagian Kedua: Persyaratan Administratif Bangunan Gedung.

Pasal 8, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi:

  1. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
  2. status kepemilikan bangunan gedung; dan
  3. izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Pasal 8, ayat (4): "Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

 

2). UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

BAB IV. TUGAS DAN WEWENANG.

Bagian Kesatu: Tugas.

Pasal 7, ayat (1): "Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

Pasal 7, ayat (2): "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah."

Pasal 7, ayat (3): "Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

BAB VI. PELAKSANAAN PENATAAN RUANG.

Bagian Ketiga: Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

Pasal 35: "Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi."

Pasal 37, ayat (1): "Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Pasal 37, ayat (2): "Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Pasal 37, ayat (3): "Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum." Pasal 37, ayat (4): "Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya."

Pasal 37, ayat (5): "Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin."

Pasal 37, ayat (6): "Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak."

Pasal 37, ayat (7): "Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang."

Pasal 37, ayat (8): "Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah."

BAB VIII. HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT .

Pasal 60: "Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

  1. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
  2. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian."

Pasal 61: "Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

  1. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
  2. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;"

Pasal 63: "Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dapat berupa:

  1. pencabutan izin;
  2. pembatalan izin;
  3. pembongkaran bangunan;"

 

3). PP RI no. 36 tahun 2005

BAB I. KETENTUAN UMUM.

Pasal 1: "Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
  2. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung."

BAB II. FUNGSI BANGUNAN GEDUNG.

Bagian Kedua: Penetapan Fungsi Bangunan Gedung.

Pasal 6, ayat (1): "Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL."

Pasal 6, ayat (2): "Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh pemilik bangunan gedung dalam pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 6, ayat (3): "Pemerintah daerah menetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, dalam izin mendirikan bangunan gedung berdasarkan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL."

Bagian Ketiga: Perubahan Fungsi Bangunan Gedung.

Pasal 7, ayat (1): "Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dapat diubah melalui permohonan baru izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 7, ayat (4): "Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam izin mendirikan bangunan gedung, kecuali bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan oleh Pemerintah."

BAB III. PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG. Bagian Pertama: Umum.

Pasal 8, ayat (2): "Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:

  1. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
  2. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung."

Bagian Kedua: Persyaratan Administratif Bangunan Gedung. Paragraf 3: Status Kepemilikan Bangunan Gedung.

Pasal 13, ayat (1): "Kegiatan pendataan untuk bangunan gedung-baru dilakukan bersamaan dengan proses izin mendirikan bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung."

Paragraf 4: Izin Mendirikan Bangunan Gedung.

Pasal 14, ayat (1): "Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 14, ayat (2): "Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 14, ayat (3): "Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 14, ayat (4): "Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi:

  1. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangunpada lokasi bersangkutan;
  2. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;
  3. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah danKTB yang diizinkan;
  4. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan;
  5. KDB maksimum yang diizinkan;
  6. KLB maksimum yang diizinkan;
  7. KDH minimum yang diwajibkan;
  8. KTB maksimum yang diizinkan; dan i. jaringan utilitas kota."

Pasal 14, ayat (5): "Dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat juga dicantumkan ketentuan- ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan."

Pasal 14, ayat (6): "Keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung."

Pasal 15, ayat (1): "Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi dengan:

  1. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; b. data pemilik bangunan gedung;
  2. rencana teknis bangunan gedung; dan
  3. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan."

Pasal 15, ayat (2): "Untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik."

Pasal 15, ayat (3)::Permohonan izin mendirikan bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis disetujui dan disahkan oleh bupati/wali kota, kecuali untuk Daerah Khusus Ibu kota Jakarta oleh Gubernur, untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah dalam bentuk izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 15, ayat (4): "Izin mendirikan bangunan gedung merupakan prasyarat untuk mendapatkan pelayanan utilitas umum kabupaten/kota."

Bagian Ketiga: Persyaratan Tata Bangunan.

Paragraf  6:  Pembangunan  Bangunan  Gedung  di  atas  dan/atau  di  bawah  tanah,  air  dan/atau prasarana/sarana umum.

Pasal 29: "Bangunan gedung yang dibangun di atas dan/atau di bawah tanah, air, atau prasarana dan sarana umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan gedungnya dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang."

Pasal 30, ayat (4): "Izin mendirikan bangunan gedung untuk pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) selain memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14 dan Pasal 15, wajib mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik."

 

BAB IV. PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG.

Bagian Pertama: Pembangunan.

Paragraf 2. Perencanaan Teknis.

Pasal 63, ayat (5): "Dokumen rencana teknis bangunan gedung berupa rencana-rencana teknis arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata ruang-dalam, dalam bentuk gambar rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran biaya pembangunan, dan/atau laporan perencanaan."

Pasal 64, ayat (1): "Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (5) diperiksa, dinilai, disetujui, dan disahkan untuk memperoleh izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 64, ayat (3): "Penilaian dokumen rencana teknis dilaksanakan dengan melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan teknis dengan mempertimbangkan aspek lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan gedung." Pasal 64, ayat (7): "Persetujuan dokumen rencana teknis diberikan terhadap rencana yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk persetujuan tertulis oleh pejabat yang berwenang."

Pasal 65, ayat (1): "Dokumen rencana teknis yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7) dikenakan biaya izin mendirikan bangunan gedung yang nilainya ditetapkan berdasarkan klasifikasi bangunan gedung."

Pasal 65, ayat (2): "Dokumen rencana teknis yang biaya izin mendirikan bangunan gedungnya telah dibayar, diterbitkan izin mendirikan bangunan gedung oleh bupati/wali kota, kecuali untuk Daerah Khusus Ibu kota Jakarta dilakukan oleh Gubernur, dan untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah."

Paragraf 4. Pelaksanaan Konstruksi.

Pasal 68, ayat (1): "Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dimulai setelah pemilik bangunan gedung memperoleh izin mendirikan bangunan gedung."

Bagian Kedua. Pemanfaatan.

Paragraf 1. Umum.

Pasal 72, ayat (1): "Pemanfaatan bangunan gedung merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam izin mendirikan bangunan gedung termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala."

Paragraf 5: Perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung.

Pasal 81, ayat (1): "Perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan gedung pada masa pemanfaatan diterbitkan oleh pemerintah daerah dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun untuk rumah tinggal tunggal dan rumah tinggal deret, dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun untuk bangunan gedung lainnya, berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung terhadap pemenuhan persyaratan teknis dan fungsi bangunan gedung sesuai dengan izin mendirikan bangunan gedung."

Bagian Keempat: Pembongkaran. Paragraf 2: Penetapan Pembongkaran.

Pasal 91, ayat (2): "Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi;
  2. bangunan gedung yang pemanfaatannya menimbulkan bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya; dan/atau
  3. bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 91, ayat (6): "Untuk bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pemerintah daerah menetapkan bangunan gedung tersebut untuk dibongkar dengan surat penetapan pembongkaran."

 

BAB VI. PEMBINAAN.

Bagian Ketiga: Pembinaan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 112, ayat (1): "Pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan gedung."

 

BAB VII: SANKSI ADMINISTRATIF.

Bagian Pertama: Umum

Pasal 113, ayat (1): "Pemilik dan/atau pengguna yang melanggar ketentuan

Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif, berupa:

  1. peringatan tertulis;
  2. pembatasan kegiatan pembangunan;
  3. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
  4. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
  5. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
  6. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
  7. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
  8. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau i. perintah pembongkaran bangunan gedung."

Bagian Kedua: Pada Tahap Pembangunan.

Pasal 114, ayat (2): "Pemilik bangunan gedung yang tidak mematuhi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kalender dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa pembatasan kegiatan pembangunan."

Pasal 114, ayat (3): "Pemilik bangunan gedung yang telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selama 14 (empat belas) hari

kalender dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penghentian sementara pembangunan dan pembekuan izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 114, ayat (4): "Pemilik bangunan gedung yang telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selama 14 (empat belas) hari

kelender dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penghentian tetap pembangunan, pencabutan izin mendirikan bangunan gedung, dan perintah pembongkaran bangunan gedung."

Pasal 115, ayat (1): "Pemilik bangunan gedung yang melaksanakan pembangunan bangunan gedungnya melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (1) dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung."

Pasal 115, ayat (2): "Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran."

BAB VIII. KETENTUAN PERALIHAN.

Pasal 118: "Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini:

  1. izin mendirikan bangunan gedung yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah dinyatakan tetap berlaku; dan
  2. bangunan gedung yang belum memperoleh izin mendirikan bangunan gedung dari pemerintah daerah, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sudah harus memiliki izin mendirikan bangunan gedung."

 

CATATAN PENULIS:

Demikian artikel Refresh and Review Dasar Hukum Penerbitan IMB yang berlaku secara Nasional di Indonesia. Setiap bangunan wajib memiliki IMB sebagai salah satu persyaratan administrasi yang harus dimiliki oleh setiap pelaku usaha, pemilik bangunan umum, bangunan pemerintahan maupun masyarakat pemilik bangunan hunian. Perkembangan Kabupaten Kulon Progo yang sangat pesat (dalam prediksi 5 tahun mendatang setelah kehadiran Bandara Internasional), akan memberikan dampak pembangunan fisik bangunan yang besar pula, baik untuk perdagangan, umum maupun hunian. IMB menjadi syarat awal administrasi sebelum pendirian bangunan tersebut. Dalam tahap awal pengajuan IMB, persyaratan teknis keandalan bangunan (arsitektur dan struktur) menjadi komponen yang sangat penting untuk crosscheck nilai keandalan bangunan tersebut jika dibangun dan digunakan, tentunya sesuai dengan standard nasional Indonesia.

 

Nilai Lebih Kepemilikan IMB

Bangunan yang telah ber-IMB memiliki kelebihan dibandingan dengan bangunan yang tidak ber- IMB, yakni:

  1. Bangunan memiliki nilai jual yang tinggi
  2. Jaminan Kredit Bank
  3. Peningkatan Status Tanah
  4. Informasi Peruntukan dan Rencana Jalan

 

Izin Mendirikan Bangunan Online

Izin Mendirikan Bangunan online (IMB online) adalah pelayanan pembuatan IMB dengan sistem online. Semua pendaftaran akan dilakukan secara online melalui www.simbg.pu.go.id sehingga pemohon tidak perlu datang ke kantor Dinas Pekerjaan Umum. Sistem ini menghubungkan Dinas dengan DPMPT. Pemohon tinggal memilih menu IMB rumah tinggal atau non-rumah tinggal. Setelah itu, pemohon memasukkan lampiran data berupa gambar bangunan yang dimaksud. Pengisian data harus lengkap. Jika tidak, permohonan akan tertolak. Selanjutnya, pemohon membayar retribusi ke Bank yang telah ditunjuk. Setelah membayar, buktinya dipindai lalu dikirim. Penerapan  sistem  ini akan mampu memangkas   hingga   50   persen   waktu   yang   biasa   diperlukan   untuk   mengurus   IMB   secara konvensional.

Pengurusan Pbg Jakarta
Penggurusan Pbg Tangerang
Pengurusan Pbg Depok
Pengurusan Pbg Banten
Pengurusan Pbg Bogor
Pengurusan Pbg Bekasi
Pengurusan Pbg Jawa Barat